PELABUHAN-PELABUHAN DENGAN SKEMA KPBU, SEBUAH CATATAN

Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (29/3/2021) - KOMPAS.com
Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (29/3/2021) - KOMPAS.com

Skema KPBU (istilah lainnya dalam Bahasa Inggris adalah public private partnership atau PPP) diluncurkan oleh Kementerian Keuangan untuk menutupi kekurangan dana pembangunan infrastruktur. Belakangan, pemerintah mengintroduksi model pembiayaan pembangunan pelabuhan lainnya, yaitu dengan memanfaatkan sovereign wealth fund, sayangnya di sektor pembangunan pelabuhan pemanfaatan sovereign wealth fund belum menunjukkan taringnya.

Sejauh in beberapa pelabuhan di Indonesia tengah dikembangkan dengan skema KPBU, diantaranya Pelabuhan Anggrek, Pelabuhan Bau-bau, dan 12 pelabuhan lainnya yang tengah dipersiapkan oleh kemenhub untuk dikembangkan dengan skema KPBU yakni; Belang-Belang, Tahuna, Tobelo, Wanci, Serui, Kaimana, Pomako, Saumlaki, Dobo, Banggai, Labuan Bajo dan Namlea.

 

Peran Swasta dalam Perencanaan Pembangunan Pelabuhan di Indonesia

Perencanaan pelabuhan di Indonesia memiliki alur tersendiri yang mana secara teori, kebutuhan akan pelabuhan muncul akibat kebutuhan lapangan/merangkak naik dari bawah menuju ke atas (bottom up). Dengan alur Bottom Up, Pemerintah daerah melalui Dinas Perhubungan masing-masing, merencanakan pembangunan pelabuhan di daerah mereka melalui forum Musrenbang.

Namun demikian, pada prakteknya intervensi pusat terkait pembangunan pelabuhan cukup tinggi. Di samping itu, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 71 ayat 4, kewenangan terakhir penetapan pelabuhan toh ada di tangan Menteri Perhubungan. Penetapan Menhub itu dituangkan ke dalam sebuah dokumen yang diberi nama Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang masa berlakunya selama 20 tahun. Dengan sistem yang terbangun, intervensi swasta dalam tahap perencanaan dapat dikatakan sangat minim atau hampir tidak ada.

 

Alasan swasta tarik ulur menjadi investor pelabuhan

Sebagaimana disebutkan, bahwasannya pada tahap perencanaan, peran swasta sangat minim, pada akhirnya, pelabuhan-pelabuhan yang ditawarkan /masuk dalam skema pembiayaan KPBU/PPP jika dilihat dari sisi bisnis tidak atau kurang menjanjikan. Alasan kedua, adalah minimnya informasi yang diberikan kepada swasta, terutama terkait potensi – potensi pendapatan, informasi hinterland pelabuhan (daerah belakang atau bahasa sederhananya pusat kargo). Bagi sebuah pelabuhan hinterland adalah daya tarik bagi kapal-kapal. Manakala kargo tersedia cukup di daerah belakang pelabuhan, maka kapal-kapal akan berdatangan dengan sendirinya. Namun, melihat dari pola pergerakan barang dari Tol Laut potensi kargo di beberapa wilayah nampak kurang menjanjikan. Sebagaimana diketahui, pada program Tol Laut, kapal-kapal yang dioperasikan oleh operator BUMN maupun swasta bergerak dari bagian barat Indonesia, khususnya pulau Jawa, dengan muatan penuh menuju pelabuhan destinasi di kawasan timur Nusantara. Namun ketika pulang, kapal-kapal ini hanya memuat setengah, bahkan ada yang tidak sampai setengah, dari kapasitas yang tersedia. Kargo di pelabuhan tujuan tidak cukup tersedia. Untuk ruang muat kapal yang tidak terisi ketika kapal berlayar kembali ke barat, pemerintah memberikan subsidi kepada operator kapal. Dengan karakteristik pelabuhan yang akan di-PPP-kan seperti itu, rasanya tidak akan ada investor yang mau terlibat dalam menyelesaikan pembangunan pelabuhan yang terbengkalai atau pembangunan baru.

 

 

________________________________________________________________________________________________

 

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Membangun Pelabuhan dengan Skema KPBU, Sebuah Catatan”, Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2021/10/11/050700026/membangun-pelabuhan-dengan-skema-kpbu-sebuah-catatan?page=all.

Editor : Erlangga Djumena


24 October 2023 |